puisi 

Puisi-puisi Alfiansyah Ramdhani

Alfiansyah Ramdhani lahir dan tinggal di karawang sejak 7 januari 1999. Berkuliah di Universitas Pembangunan Nasional “veteran” Jakarta prodi ilmu komunikasi. Founder dari lapak baca vrksa, (@lapakvrksa) sebuah komunitas yang mengadakan perpustakaan ‘alternatif” gratis juga forum diskusi di Universitas Pembangunan Nasional “veteran” Jakarta. Selain itu menjadi bagian dari komunitas sastra bersajak (@mari.bersajak).

 

Indekos

 

di balik indekos ini, sebuah kisah digenggam oleh jemari-jemari milik senyap yang mengantarkannya pada sebuah lubang tua gelap di tengah rapalan harap yang dasarnya hanyalah suara belati dicabut dari jiwa pada sebuah luka sebesar sabit bulan.

 

tubuh kisah membusuk, berserakan dibalik guling dan bantal. dimakan juga dimuntahkan oleh kupu-kupu dan bunga-bunga yang persis seperti gambar semasa kecil tentang apa yang ada dibalik pintu rumah, dan sekarang hanya pintu lapuk, memisahkan bau busuk dari bangkai dengan pengap dunia yang seperti kotak korek api yang dibakar.

 

yang membedakan kasur dengan kuburan adalah empuk juga tanpa nisan.

 

yang membuat kasur sama dengan kuburan ialah sesama tempat air mata terukir dan menjadi sebidang rawa tersembunyi, dimana orang yang sama tak bangun lagi.

 

2019

 

 

Puisi Pagi Ini

 

Pernahkah

Kau tiba-tiba tersadar

Karena kisah yang diputar di langit-langit kamar itu

Seperti membeku

Pemiliknya, sang malam

Ingin menyembunyikan kisah itu dari waktu

Di balik matahari

Yang rasanya lebih lama dari waktu itu sendiri

 

Satu-satu nya yang kau jajaki pagi itu

Jejak malam dipikiran

Yang akan kau ikuti walau buntu nya ujung petir di langit

Dikenyataan kau melangkah di jalan yang tak pernah lain

Kau analogikan seperti dongeng senyap dan dingin ibu tiri

Yang tak punya babak menyenangkan

 

Kau mengetahui kisah manusia-manusia lain di sekitarmu

Tentang pelukan sepasang suami istri yang seperti ombak

Tentang anak-anak yang menjadi hujan di minggu pagi

Tentang pria paruh baya yang membeli antartika

Atau penjahat yang mati saat sujud terakhir di masjid kala jumat

Sedangkan yang kau miliki

sebuah premis yang menggantung

tentang dirimu sendiri

 

Ada yang bertanya padamu di sebuah perempatan

Kau mengaku tuli (dengan bodohnya)

Satu-satunya hal yang ingin kau jadikan tempat bertanya

Tak lain tikus gepeng-kering di tengah jalan

Tentang hidupnya sebelum di injak-injak oleh hidup itu sendiri

 

Kau pergi ke tempat makan yang sama

Uang serupa surat kabar lama

Memakan makanan yang sama

Sepiring waktu yang tak kau ingat tiba di kakus yang kau kangkangi

Secangkir kopi yang sama

Pahit seperti rasa tanah dari kuburan keluarga atau harapan

Terkecuali rokok

Kau bersembunyi di balik asap yang menari sedih

Sayangnya dipertemukan lagi oleh alasan yang kau bakar

 

Kata “bekerja” sedikit menenangkan dirimu yang terjebak

Di sebuah lubang hitam yang berisik seperti sarang walet

Bersama keledai yang pandai berkicau

Ular berekor bunga dengan bisa semanis madu

Tikus-tikus gemuk pemilik lumbung padi

Satu-satu nya hal yang kau kerjakan

Keluar darisana

 

Bulan menepi di jendela

Kau berlabuh di kasur

Melepas jerat kelu dari kisah hari ini

Dengan kisah yang diputar di langit-langit kamar

 

Dan kau tak ingin

Kisah itu menemui akhirnya

 

2018

 

 

Dongeng Dunia

 

tempatku

lebih luas dari buku gambar

lebih bersih dari susu putih

sebelum tidur

 

awan-awan yang tumbuh se mata kaki

membuat aku tak terluka saat jatuh

juga membuat orang-orang tertawa

dan atap rumah yang membuatku aman

karena ada tiga ekor ikan lele raksasa

berputar tenang dengan gelembung dimulutnya

 

tapi saat aku nonton tv sama ayah

aku bingung

kok ada tempat yang tidak menyenangkan?

orang-orang yang tak punya rumah

kenapa tak terbang saja?

luas dan istana nya matahari

ada juga yang melempari tank baja

yang ternyata menembakkan api

setahuku mereka mengeluarkan dandelion

yang memeluk angin

 

aku jadi ingin terbang

melihat tempat di tv itu

sambil bawa film kartun

atau buku dongeng

 

2019

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

nineteen − 15 =